LAMAN

Jumat, 31 Januari 2014

ENERGI POTENSIAL, ENERGI KINETIK,DAN ENERGI MEKANIK

Energi Potensial (Ep)
Energi potensial adalah suatu bentuk energi yang dimiliki oleh benda karena kedudukannya atau karena letaknya terhadap bumi.
a. Sebuah benda yang berada pada ketinggian tertentu dari bumi maka benda tersebut memiliki energi potensial gravitasi.
b. Setelah sampai di bumi energinya dapat berubah menjadi bunyi dan besar energi potensialnya sama dengan nol (0).
c. Contoh energi potensial gravitasi misalnya:
1) Air terjun
2) Tanah longsor
3) Benda jatuh bebas
d. Besarnya energi potensial dipengaruhi oleh tiga (3) faktor yaitu: massa (m), percepatan gravitasi (g) dan kedudukannya terhadap bumi (h) dan ketiga faktor tersebut terhadap energi potensial (Ep) mempunyai nilai sebanding.

Energi potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda karena memiliki ketinggian tertentu dari tanah. Energi potensial ada karena adanya gravitasi bumi. Dapat dirumuskan sebagai:
 E_p = m \times g \times h
Keterangan:
  • Ep: Energi potensial (J)
  • m: massa benda (kg)
  • g: percepatan gravitasi (m/s2)
  • h: tinggi benda dari permukaan tanah (meter)


Energi Kinetik (Ek)
Energi kinetlk merupakan suatu bentuk energi yang dimiliki oleh benda yang sedang bergerak.
a. Sebuah mobil yang berjalan memillki energi kinetik.
b. Apabila mobil menumbuk benda keras maka energinya dapat berubah menjadi bunyi dan akibat yang ditimbulkan yaitu mobil atau benda yang ditumbuk akan rusak.
Contoh energi kinetik dalam kehidupan sehari-hari misalnya:
a. Bola menggelinding di lantai
b. Mobil sedang melaju di jalan
c. Benda yang dilempar dan lain-lain

=
Energi Mekanis
a. Energi mekanis adalah energi yang terdiri dari energi kinetik dan energi potensial gravitasi.
1) Buah kelapa yang jatuh dari pohonnya memiliki energi mekanis.
2) Besarnya energi mekanis selalu tetap karena saat Ep maksimal maka Ek minimal atau sebaliknya, dan saat Ep bertambah maka Ek berkurang atau sebaliknya.
6) Sebuah benda yang jatuh bebas berarti energi potensial berkurang tetapi energi kinetiknya bertambah dan sebaliknya jika benda dilemparkan vertikal ke atas energi potensial bertambah sedangkan energi kinetiknya berkurang dan pada saat benda berada pada titik tertinggi, benda berhenti sesaat maka energi kinetiknya = 0 (nol).

Energi mekanik adalah jumlah dari energi potensial dan energi kinetik.
 E_m = E_p + E_k

Selasa, 28 Januari 2014

ARTIKEL

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA* Didin Saripudin Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Abstrak Pertumbuhan pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi petumbuhan pendidikan. Di negara-negara maju, perhatian pemerintahnya terhadap pembangunan sektor pendidikan sangat besar, misalnya komitmen politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya, sehingga keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan pembangunan makronya. Belajar dari beberapa negara maju pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan nasional. Investasi di bidang pendidikan secara nyata akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial.
A. Hubungan Pendidikan dengan Kehidupan Ekonomi
Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang ajeg dan positif antara derajat pendidikan dengan kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan makin tinggi pula derajat kehidupan ekonomi. Meskipun demikian, tidak jelas faktor mana yang muncul lebih dulu, apakah perkembangan pendidikan yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi ataukah sebaliknya. Terhadap permasalahan ini ternyata banyak bukti yang menunjukkan bahwa antara keduanya terdapat hubungan saling mempengaruhi, yaitu bahwa pertumbuhan pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi petumbuhan pendidikan (Bowles dan Gintis 1976, Adiwikarta 1988, Saripudin 2005). Dalam kebijaksanaan pembangunan kita gunakan asumsi bahwa keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi dapat digunakan untuk pembangunan bidang lain, termasuk pendidikan. Selanjutnya, para penganut teori konsensus dan penganut teori konflik sepakat bahwa fungsi utama institusi pendidikan dalam kaitan dengan kehidupan ekonomi ini adalah mempersiapkan pemuda pemudi untuk mengisi lapangan kerja produktif (Parelius, 1978 : 50). Dalam hal mengenai pendidikan orang dewasa, tujuan yang hendak dicapai tentu bukan lagi mempersiapkan kemampuan, melainkan meningkatkannya agar peserta didik dapat mampu menghadapi permasalahan yang ada pada saat itu (Knowles, 1982 : 53). Untuk itu mereka mendapat pendidikan mental, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat. Proses tersebut terjadi pada semua masyarakat mulai dari yang paling tradisional sampai pada yang paling modern. * Makalah disajikan dalam International Seminar on Lifelong Education (ISLE), Tanggal 22-23 Agustus 2008 di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
2
Ketiga lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, masing-masing melakukan peran yang berlainan tetapi saling melengkapi. Fungsi tiap lembaga tersebut pada masyarakat yang masih tradisional tentu berbeda pula pada masyarakat yang telah maju, karena tuntutan masyarakat yang dilayaninya telah lain pula. Pada masyarakat tradisional, keluarga memegang peranan utama dalam menyiapkan generasi muda untuk menjadi manusia mandiri.Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga tradisional berfungsi mengasuh berbagai keterampilan dan berbagai tradisi. Pada masyarakat modern, keluarga menyerahkan sejumlah fungsinya dalam pendidikan kepada lembaga-lembaga lain yang khusus bertugas menangani tugas itu. Orang tua dan keluarga membatasi kegiatannya pada pengasuhan dasar dan kerjasama dengan sekolah dalam mendorong anak dan mengawasi pendidikan mereka. Sementara itu, pada masyarakat modern, sekolah berperan mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk menjawab tantangan spesialisasi yang semakin luas dan tajam. Sekolah menjadi terbuka untuk masyarakat luas. Prinsip “equal opportunity” dalam pendidikan makin merupakan kenyataan, meskipun masih mengandung banyak persoalan yang hangat. Sekolah yang elitis berubah menjadi “populis” melalui program wajib belajar. Dengan sendirinya materi pengajaran dan metode mengajar yang diselenggarakan pada masyarakat modern akan berlainan dengan yang diselenggarakan pada masyarakat dengan sistem ekonomi tradisional. Dalam pada itu, fungsi selektif dan alokatifnya pun tentu memiliki perbedaan-perbedaan pula. Sekolah bersama keluarga berperan menyiapkan anak dan pemuda untuk memangku jabatan dan lapangan kerja yang bervariasi. Tabel 1 Peran Pelaksana Pendidikan Pada Masyarakat Tradisional dan Modern Dalam Hubungan Kehidupan Ekonomi
Lingkuangan Pendidikan
Ekonomi Tradisional
Ekonomi Modern
Keluarga
Memegang peran utama dalam menyiapkan anak agar secepat mungkin mampu melaksanakan ekonomi orang dewasa (keterampilan, mental, nilai, sikap)
- Melakukan pengasuhan dasar
- Menyerahkan pendidikan pada saat anak berusia tertentu kepada sekolah
- Mendorong, membantu, mengawasi anak pada sistem sekolah
Sekolah
- mempersiapkan golongan elite dengan kemampuan dasar (baca, tulis, hitung)
- Fungsi selektif
- Menyaipkan ahli dalam berbagai bidang kehidupan
- Fungsi Selektif
- Fungsi Alokatif
3
- Fungsi alokatif
Masyarakat
- Menyediakan model untuk ditiru
- Menyelenggarakan latihan magang
- Menyelenggarakan upacara inisiasi
- Menyelenggarakan pendidikan orang dewasa secara terorganisisr
- Menyediakan media komunikasi
- Menyediakan arena kompetisi
Sumber: Adiwikarta (1988: 46-47) Akhirnya perlua ditegaskan lagi bahwa antara pendidikan dengan sistem ekonomi terdapat huibungan dua arah. Dalam masyarakat yang memiliki taraf kehidupan ekonomi yang baik, potensi pengembangan pendidikan itu lebih besar kerena orang-orang telah lebih siap dan lebih banyak dana tersedia. Pendidikan, pekerjaan dan pendapatan merupakan komponen-komponen utama dari definisi operasional dari status kelas sosial atau status sosio ekonomi dan bahwa terdapat suatu korelasi tinggi di antara mereka (Miflen, 1986: 242).
B. Hubungan Pendidikan dengan Pertumbuhan Ekonomi
Pendidikan secara universal berarti upaya pengubahan manusia menjadi lebih cerdas, yang dalam konsep filsafat pendidikan Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kecerdasan di sini jangan ditafsirkan sebagai kecerdasan kognitif atau intelektual belaka, tapi kecerdasan manusia yang seutuhnya, kecerdasan total manusia dalam berbagai bidang kehidupannya. Modal fisik, tenaga kerja dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang dan terbelakang, laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada di negara maju. Meski demikian, umumnya, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di negara maju. Kenapa demikian? Jawabnya adalah: kedua faktor selain tenaga kerja, sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu 1948-1979 misalnya menunjukkan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi adalah disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi.
Menurut Elwin Tobing (http://www.theindonesianinstitute.org/janeducfile.htm) Dewasa ini berkembang paling tidak tiga perspektif secara teoritis yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata sosial.
Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Termasuk para pelopornya adalah pemenang hadian Nobel ilmu ekonomi Gary Becker dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, Edward Denison dan Theodore Schultz, juga pemenang hadiah nobel ekonomi atas penelitiannya tentang masalah ini. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih
4
rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi. Pada tahun 70-an, teori ini mendapat kritik tajam. Argumen yang disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan. Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya noon formal) akan memiliki produktivitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi dan formal. Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau persaingan status yang mendapat dukungan dari Meyer (1977) dan Collins (1979). Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara sosial menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan proporsi orang yang bependidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi. Akan halnya teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan sosial. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan studi-studi tentang hal-hal klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan untuk rakyat kebanyakan diciptakan sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini didukung antara lain oleh Bowles dan Gintis (1976). Menurut Amich Alhumami (http:// www.kompas.com/ kompas-cetak/ 0505/ 03/ opini/ 1724824. htm), pendidikan memberi kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi telah menjadi kebenaran yang bersifat aksiomatik. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah membuktikan keabsahan tesis itu. Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Pada saat sekarang ini paradigma pembangunan yang merujuk knowledge-based economy tampak kian dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal. Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan dan
5
teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang. Sebagai ilustrasi, Jepang adalah negara Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul negara-negara Asia Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan. Tidak diragukan lagi, salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di Korea adalah komitmen yang kuat dalam membangun pendidikan. Berbagai studi menunjukkan, basis pendidikan di Korea memang amat kokoh. Pemerintah Korea mengambil langkah-langkah ekspansif antara 1960-an dan 1990-an guna memperluas akses pendidikan bagi segenap warga negara. Program wajib belajar pendidikan dasar (universal basic education) sudah dilaksanakan sejak lama dan berhasil dituntaskan tahun 1965, sementara Indonesia baru mulai tahun 1984. Sedangkan wajib belajar jenjang SLTP berhasil dicapai tahun 1980-an; dan jenjang SLTA juga hampir bersifat universal pada periode yang sama. Yang menakjubkan, pada jenjang pendidikan tinggi juga mengalami ekspansi besar-besaran; lebih dari setengah anak-anak usia sekolah pada level ini telah memasuki perguruan tinggi. Komitmen Pemerintah Korea terhadap pembangunan pendidikan itu tercermin pada public expenditure. Pada tahun 1959, anggaran untuk pendidikan mencapai 15 persen dari total belanja negara, guna mendukung universal basic education dan terus meningkat secara reguler menjadi 23 persen tahun 1971. Setelah program ini sukses, Pemerintah Korea mulai menurunkan anggaran pendidikan pada kisaran antara 14 sampai 17 persen dari total belanja negara atau sekitar 2,2 sampai 4,4 persen dari GNP. Menyadari bahwa pendidikan dasar merupakan bagian dari public good, tercermin pada social return lebih tinggi dibanding private return, maka Pemerintah Korea mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dasar jauh lebih besar dibanding level menengah dan tinggi. Penting dicatat, selain faktor basis pendidikan yang lebih kuat, kelas menengah ekonomi di Korea juga terbentuk dengan baik dan mapan. Pada dekade antara 1960-an dan 1980-an, kalangan pengusaha Korea telah membangun hubungan dagang dan membuka akses pasar ke negara-negara kawasan seperti Jepang, bahkan telah menyeberang ke Amerika dan Eropa. Korea sukses melakukan inovasi teknologi (otomotif dan elektronik) karena memperoleh transfer teknologi melalui hubungan dagang dengan negara-negara maju tersebut. Bercermin pada pengalaman Korea, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan nasional. Investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Untuk itu, investasi di bidang pendidikan harus didukung pembiayaan memadai, terutama yang diperuntukkan bagi penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Mengikuti agenda Millenium Development Goals (MDGs), tahun 2015 Pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa seluruh anak usia sekolah dasar akan memperoleh pendidikan dasar. Bersamaan dengan itu, akses ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga harus diperluas, guna mendukung upaya menciptakan knowledge society yang menjadi basis akselerasi pembangunan ekonomi di masa depan.
Pendidikan perlu juga memperhatikan kesempatan perempuan dalam mengaksesnya. Pendidikan adalah salah satu jalan menjadikan perempuan menjadi agen
6
perubahan, bukan sekadar penerima pasif program pemberdayaan. Seperti yang disebutkan Amartya Sen, pendidikan menjadi salah satu faktor yang memungkinkan perempuan memiliki independensi ekonomi dengan bekerja di luar kerja di rumahnya. Independensi ekonomi ini membuat perempuan memiliki suara di dalam rumah maupun di masyarakat, antara lain dalam mengatur pembagian "harta" keluarga seperti makanan, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Dan perempuan yang memiliki sumber penghasilan di tangannya, cenderung membelanjakan penghasilan itu untuk kesejahteraan anak-anaknya, generasi penerus bangsa. Untuk memberikan perempuan kesempatan yang lebih besar bisa menikmati pendidikan, pemerintah harus menjalankan perannya secara aktif. Letak sekolah, misalnya, harus sedekat mungkin dengan desa atau kecamatan. Baju seragam mungkin tidak perlu lagi, karena harga baju seragam yang bisa lebih mahal untuk anak perempuan bisa jadi penghalang orangtua menyekolahkan anak perempuannya. Program beasiswa yang mengutamakan anak perempuan juga bisa menjamin tidak melebarnya kesenjangan jender dalam pendidikan. Tentu saja, affirmative action ini akan selalu ditinjau agar laki-laki dan perempuan mendapatkan keadilan dan kesetaraan. Schultz (1974) dan Deninson (1962) kemudian memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan. Alasan utama dari perubahan pandangan ini adalah adanya pertumbuhan minat dan interest selama tahun 1960-an mengenai nilai ekonomi dari pendidikan. Pada tahun 1962, Bowman, mengenalkan suatu konsep “revolusi investasi manusia di dalam pemikiran ekonomis”. Para peneliti lainya seperti Deninson (1962), Becker (1969) dan yang lainya turut melakukan pengujian terhadap teori human capital ini. Perkembangan tersebut telah memengaruhi pola pemikiran berbagai pihak, termasuk pemerintah, perencana, lembaga-lembaga internasional, para peneliti dan pemikir modern lainnya, serta para pelaksana dalam pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi “leading sektor” atau salah satu sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya terhadap pembangunan sektor ini sungguh-sungguh, misalnya komitmen politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya, sehingga keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan pembangunan makronya.
Pada tahun 1970-an, penelitian-penelitian mengenai hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi sempat mandeg karena timbulnya kesangsian mengenai peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat dan negara berkembang yang menerima bantuan dari Bank Dunia pada waktu itu. Kesangsian ini timbul, antara lain karena kritik para sosiolog pendidikan diantaranya Becker (1964) mengatakan bahwa teori human capital ini lebih menekankan dimensi material manusia sehingga kurang memperhitungkan manusia dari dimensi sosio budaya. Kritik Becker ini justru membuka persepektif dari keyakinan filosofis bahwa pendidikan tidak pula semata-mata dihitung sebagai investasi ekonomis tetapi lebih dari itu dimensi sosial, budaya yang berorentasi pada dimensi kemanusiaan
7
merupakan hal yang lebih penting dari sekedar investasi ekonomi. Karena pendidikan harus dilakukan oleh sebab terkait dengan kemanusiaan itu sendiri (human dignity). Penelitian Hick (1980), Wheeler (1980), dan beberapa peneliti neoklasik lain, telah dapat menyakinkan kembali secara ilmiah akan pentingnya manusia yang terdidik menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung bahkan seluruh sektor pembangunan makro lainnya. Atas dasar keyakinan ilmiah itulah akhirnya Bank Dunia kembali merealisasikan program bantuan internasionalnya ke berbagai negara. Kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah memperhitungkan efek interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya (Psacharopoulos, 1984). Artinya, investasi modal fisik akan berlipat ganda nilai tambahnya di kemudian hari jika pada saat yang sama dilakukan juga investasi SDM, yang secara langsung akan menjadi pelaku dan pengguna dalam investasi fisik tersebut. Sekarang diakui bahwa pengembangan SDM suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran dan pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu komponen integral dari semua upaya pembangunan. Pendidikan harus meliputi suatu spektrum yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
C. Pembangunan Sumber Daya Manusia
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, seperti dilaporkan Human Development Index (HDI). Laporan HDI tahun 2003 menunjukkan, Indonesia pada urutan ke-112 (0,682) dari 175 negara. Posisi ini jauh di bawah Singapura yang ada di posisi ke-28 [0,888), Brunei Darussalam ke-31 (0,872), Malaysia ke-58 (0,790), Thailand ke-74 (0,768), dan Filipina ke-85 (0,751). Meski laporan HDI bukan hanya mengukur status pendidikan (tetapi juga ekonomi dan kesehatan), namun ia merupakan dokumen rujukan yang valid guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara. Dalam kenyataannya, sekarang ini masih ada banyak siswa miskin tidak dapat menikmati pendidikan dasar. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Fasli Jalal, masih ada belasan juta anak usia sekolah yang tidak terlayani pendidikannya. Masih ada 1.422.141 anak di usia 7-12 tahun, 5.801.122 pada usia 13-15 tahun, dan 911.394 anak di usia 16-18 yang tidak dilayani pendidikannya (Kompas, 13 Oktober 2003). Inilah yang kiranya perlu diperhatikan oleh pemerintah dan juga wakil rakyat yang memenangi pemilihan umum (pemilu), bagaimana mereka dapat bersekolah. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dalam tuntutan modernisasi dan globalisasi, pendidikan yang bermutu adalah suatu kebutuhan yang semakin penting agar mereka survival dalam persaingan yang semakin ketat. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan yang bermutu telah disejajarkan dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan, dan papan. Tanpa pendidikan, yang bermutu mereka akan tetap tertinggal dan berada dalam strata sosial paling bawah. Timbulnya semangat para orang tua khususnya dari masyarakat strata bawah untuk menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi dan berkualitas adalah suatu sikap yang harus didukung oleh semua pihak. Namun semangat ini kandas dalam ketidak berdayannya akibat tidak tejangkaunya biaya pendidikan yang berkualitas.
Pemerintah telah melakukan upaya peningkatan mutu, khususnya bagi sekolah negeri akan tetapi pelaksanaannya kurang merata. Jika ada pelaksanaan pelatihan atau penataran guru, hanya guru tertentu yang diikut sertakan. Jika ada pengadaan peralatan
8
pendidikan, hanya sekolah-sekolah tertentu yang mendapatkannya. Semua ini dilaksanakan tanpa studi yang faktual, objektif, dan terinci. Hal ini merupakan, suatu titik terang perlu mendapat kajian lebih dalam sehingga pemerataan pendidikan yang bermutu dapat terwujud. Sering terjadi bahwa sekolah-sekolah swasta kurang diperhatikan oleh pemerintah, baik dalam peningkatan mutu guru maupun sarana dan prasarana lainnya Lemanya pengawasan terhadap standar mutu dan pengaturan/penentuan berbagai tarif, baik itu uang sekolah/kuliah, uang pembangunan, maupun bentuk kutipan lainnya merupakan benang merah yang harus dicarikan solusinya. Kenyataan menunjukkan pemerataan pendidikan yang bermutu dan terjangkau khususnya pendidikan menengah dan pendidikan tinggi masih perlu dipertanyakan. Banyak sekolah atau perguruan tinggi yang bermutu, baik negeri maupun swasta dipadati oleh anak-anak dari golongan ekonomi atas. Kenyataan, setiap tahun ajaran baru tiba permasalahan lama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu yang umumnya menghantui pikiran kebanyakan orang tua, khususnya orang tua yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah. Keterbatasan daya tampung pendidikan yang diselenggarakan pemerintah membuat persaingan semakin ketat sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadi praktek di luar norma yang telah ditentukan. Pendidikan memang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Jika tidak, maka sektor ini juga akan menyumbang pada terjadinya pengangguran. Ada paling tidak tiga model perencanaan di bidang pendidikan dikaitkan dengan kemanfaatannya. Pertama, pendidikan direncanakan atas dasar social demand approach. Dalam pendekatan ini program pendidikan memang dibuat atas dasar permintaan yang ada di dalam masyarakat.Masyarakat ingin sekolah, kemudian ditawarkanlah berbagai program pendidikan kepada mereka. Jika masyarakatnya mampu berpikir rasional, pendekatan ini tidak menjadi masalah. Tetapi manakala masyarakat selalu mau masuk ke satuan pendidikan, meskipun tidak bermutu, hasilnya tidak akan banyak membantu pada persoalan pengangguran. Masyarakat yang tidak kritis akan lebih mementingkan ijazah daripada kompetensi. Bahkan beli ijazah pun bisa jadi. Kondisi ini sudah menghinggapi beberapa anggota masyarakat dan juga para pejabat kita yang suka membeli gelar demi gengsi. Dalam budaya seperti ini, jelas sekali bahwa proses pendidikan akan berkontribusi pada penganggur semata. Para lulusan satuan pendidikan yang tujuan sekolahnya hanya untuk mendapatkan gelar dan ijazah, hasil pendidikan yang mereka peroleh tidak akan mampu menolong diri mereka sendiri ketika menghadapi persoalan pengangguran. Model perencanaan pendidikan yang kedua dapat dilakukan dengan economic return approach. Dalam pendekatan ini pendidikan dapat dianalogikan dengan proses produksi. Dengan menghitung berbagai ongkos yang terlibat dalam program pendidikan (input-proses-produk) dan kemudian melihat produktivitas para lulusan, maka dapat dikatakan apakah sebuah program pendidikan akan hanya berkontribusi pada penganggur atau memang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar memiliki dampak ekonomi secara positif. Dalam model ini pendidikan memang harus bisa menjaga relevansi dan akuntabilitas program yang ditawarkan. Ketika para lulusan tidak bisa berperan dalam dunia kerja yang biasanya ditandai dari rendahnya gaji mereka, atau bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka pendidikan yang sedang dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut dapat dikatakan gagal, dan dengan demikian hanya akan berkontribusi pada semakin banyaknya penganggur.
9
Saat ini banyak program pendidikan yang tidak mampu memberikan keuntungan ekonomik bagi upaya investasi yang telah dilakukan oleh penyelenggaranya. Lulusan yang tidak memiliki produktivitas tentu akan berkontribusi pada penganggur. Terlebih-lebih di negeri ini sulit untuk menghapus program pendidikan yang memang jelas-jelas tidak mampu meluluskan lulusannya dengan produktivitas yang memadai di masyarakat. Bahkan tidak jarang pendidikan itu sendiri justru merupakan bagian dari tempat untuk sekadar mencari nafkah bagi penyelenggaranya. Pendidikan yang seperti ini yang memperburuk keadaan pengangguran di negeri ini. Bahkan ada gejala bahwa sekolah menolak gerakan-gerakan yang pro pada kualitas. Sebagai bukti empirik, dengan ujian nasional yang mematok nilai standar minimal 5,25 (tahun 2008) untuk pendidikan dasar dan menengah banyak sekolah dan anggota masyarakat yang protes. Protes mereka sebenarnya tidak berada pada alasan demi pendidikan. Tetapi lebih untuk menjaga kelestarian sekolah-sekolah mereka yang memang terancam oleh banyaknya siswa yang tidak lulus jika standar nilai itu diberlakukan. Kalau banyak anak yang tidak lulus, maka sekolah itu terancam tidak laku. Ketika sekolah dan masyarakat tidak pro kualitas, maka lulusan mereka tidak memiliki economic return sama sekali, dan dengan demikian pendidikan yang seperti itu akan berkontribusi pada semakin meningkatnya penganggur kita. Oleh karena itu, dalam jangka panjang persoalan kualitas lulusan harus menjadi kepentingan semua pihak, baik sekolah, orangtua, pemerintah, maupun masyarakat pada umumnya. Kualitas sekolah kita pada saat ini sudah memasuki lampu kuning. Untuk mengatasinya perlu dukungan dari semua stake holder secara sinergis. Pendekatan perencanaan pendidikan yang ketiga, dapat dilakukan dengan menggunakan employment generation approach. Dengan pendekatan ini diharapkan memang pendidikan tidak akan berkontribusi pada terjadinya penganggur. Program ini hanya dapat dilakukan ketika ada profesionalisme dalam dunia pendidikan. Kompetensi lulusan menjadi lebih penting dari pada sekadar memiliki ijazah. Implikasinya pendidikan harus mampu memberikan pengalaman yang bermakna pada semua peserta didik. Oleh karena itu, semua yang terlibat dalam proses pendidikan harus memiliki profesionalisme yang tinggi. Di samping itu pendidikan harus diberdayakan sesuai dengan ciri-ciri terjadinya profesionalisme, yang antara lain meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar kolusi dan nepotisme); (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi. Pengembangan kurikulum di sekolah belum tentu didukung oleh kualitas guru. Kompetensi mengajar para guru belum merata. Peningkatan mutu pendidikan tidak cukup dengan pembenahan di bidang kurikulum. Program sertifikasi guru seperti yang diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen, bolehlah mencuatkan harapan untuk peningkatan mutu guru. Namun, harapan itu tidak serta-merta tercapai karena program itu sendiri belum juga terealisasi dengan baik.
D. Pendidikan dan Dunia Kerja
Di Indonesia kira-kira 15 tahun terakhir, semakin banyak lulusan universitas yang menganggur. Data Kompas (4/3/1997) menunjukkan, tahun 1989 dan 1995 laju peningkatan jumlah penganggur lulusan perguruan tinggi adalah 22,73 persen per tahun
10
(SLTP dan SLTA 14,97 persen; SD dan putus sekolah 29,70 persen). Dari laju penganggur lulusan PT 22,73 persen, jumlah penganggur lulusan universitas tertinggi di antara lulusan PT bentuk lainnya (seperti akademi), yaitu 61.007 orang (1989) dan 241.413 (1995). Persentase pertumbuhan penganggur lulusan universitas terhadap total angkatan kerja menempati posisi tertinggi kedua setelah lulusan SMA, 10,93 persen tahun 1989 (SMA, 16,87 persen) dan 12,36 persen tahun 1995 (SMA, 18,09 persen). Sejak 1997 sampai 2004, jumlah penganggur terbuka di Indonesia terus menanjak: dari 4,18 juta jiwa menjadi kurang lebih 11,35 juta orang. Dari jumlah itu, sebagian besar dialami oleh generasi usia muda. Ini berarti bahwa sebagian besar angkatan muda kita yang termasuk dalam kelompok angka penganggur terbuka itu tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Kehidupan mereka menjadi beban bagi orang lain. Data tahun 2001 memperlihatkan, jumlah penganggur muda di Indonesia mencapai 6,1 juta orang atau sekitar 76 persen dari keseluruhan jumlah penganggur. Tingkat penganggur pada kelompok umur muda sekitar 15 persen di daerah pedesaan dan 25 persen di perkotaan. Oleh karena itu, dapat ditebak dengan mudah bahwa produktivitas generasi muda kita saat ini amatlah rendah. Kecemasan kita sebagai bangsa saat ini sebenarnya tidak saja dipicu oleh penganggur terbuka itu, tetapi juga pada jumlah penganggur total yang juga semakin meroket. Bahkan jumlah penganggur total saat ini telah mencapai kurang lebih 45 juta jiwa. Hal ini dalam jangka panjang akan menjadi benih yang subur terhadap timbulnya berbagai ketidakstabilan sosial dan politik jika persoalan itu tidak ditangani secara cepat dan tepat. Di seluruh dunia saat ini penganggur usia muda berjumlah kurang lebih 74 juta jiwa. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan. Departemen Pendidikan Nasional sendiri sudah merintis dan menawarkan pendidikan life skills. Pendidikan yang konsep dasarnya sudah mengandung life skills, akhirnya terasa dipersempit di tingkat implementasinya. Pendidikan life skills dalam praktiknya kemudian banyak diterjemahkan sebagai vokasional skills, yang sebetulnya hanya merupakan salah satu bagiannya saja. Apalagi keinginan untuk memunculkan ide life skills itu memang didorong oleh banyaknya siswa yang putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah, sehingga terpaksa masuk ke dunia kerja. Jika anak-anak yang putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan sekolah ini tidak mempunyai keterampilan yang bisa dipakai untuk hidup, maka mereka akan memperpanjang barisan pengangguran. Mengatasi pengangguran dalam jumlah yang besar tentu tidak mudah. Jika pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 3,3 persen, menurut prediksi Bank Dunia, maka lapangan kerja yang bisa diciptakan hanya sejumlah 1,4 juta. Hal ini menggunakan asumsi setiap pertumbuhan ekonomi satu persen akan mampu menambah lapangan kerja bagi 400.000 orang. Padahal, angkatan kerja setiap tahunnya di negeri ini berjumlah kurang lebih 3 juta jiwa. Ini berarti sejak saat ini angka penganggur akan terus bertambah dengan jumlah paling tidak 1,6 juta orang. Bahkan yang lebih ironis lagi penganggur di kalangan kaum terdidik pun juga menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik pada 2001 penganggur yang sudah tamat sekolah dasar sampai perguruan tinggi telah mencapai paling tidak 5,8 juta orang. Hingga akhir 2004, tercatat 39,2 juta penganggur dengan sekira 8,5 juta di antaranya pengangguran terbuka. Jumlah penganggur makin banyak, karena tidak seimbangnya antara supply dan demand di dunia kerja.
Jumlah angkatan kerja yang memasuki dunia kerja terus bertambah, sementara peluang kerja baru makin sedikit. Pada 2004, dari 2,54 juta angkatan kerja baru, hanya 1,61 juta yang terserap oleh lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2005 yang
11
mencapai 6,2% juga tidak mampu menekan angka pengangguran. Sebab, pertumbuhan ekonomi tersebut hanya ditopang pertumbuhan konsumsi, modal dan jasa, sehingga relatif tidak dapat menambah kesempatan kerja. Tentu angka itu untuk saat ini lebih tinggi lagi. Keadaan ini menyebabkan munculnya wacana dan bahkan tuduhan bahwa pendidikan di negeri ini hanya menghasilkan para penganggurAda beberapa penyebab meningkatnya junlah pengangguran di Indonesia, yaitu antara lain:
1. Munculnya krisis ekonomi
Setelah krisis tahun 1997, data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan, jumlah penganggur lulusan universitas cenderung turun naik, tetapi angka absolutnya tetap lebih tinggi daripada penganggur diploma lulusan akademi. Tahun 2000 jumlah penganggur lulusan universitas 277.000 orang (akademi: 184.000); tahun 2001: 289.000 (252.000); 2002: 270.000 (250.000); 2003: 245.000 (200.000); 2004: 348.000 (237.000), dan 2005: 385.418 (322.836). Merujuk Dradjad Wibowo (Kompas, 8/9/06), krisis ekonomi memengaruhi ketersediaan pekerjaan. Namun, hubungan krisis dengan peningkatan jumlah penganggur lulusan universitas perlu diurai hati-hati. Baik sebelum maupun setelah krisis 1997, tingkat penganggur lulusan universitas selalu lebih tinggi daripada diploma akademi. Tahun 1989 dan 1995, persentase pertumbuhan penganggur lulusan universitas terhadap total angkatan kerja tertinggi kedua setelah lulusan SMA. Dalam rentang 2000-2005, meski angka absolut penganggur lulusan universitas lebih tinggi daripada jumlah penganggur diploma akademi, jumlah penganggur lulusan universitas cenderung turun naik.
2. Rendahnya kualitas SDM
Tingginya jumlah penganggur lulusan universitas mencerminkan tiadanya konsep pemerintah untuk mengelola dan mendayakan potensi kolektif SDM terdidik. Ada missing link antara proses pembelajaran dan kebijakan pengelolaan universitas, dengan proyeksi pemanfaatan hasil pendidikan tinggi bagi pembangunan masyarakat. Terbatasnya pekerjaan dan gaji serta minimnya fasilitas pengembangan ilmu pascakuliah kiranya bukti absennya konsep pengelolaan SDM terdidik. Tiadanya konsep pemerintah jelas kerugian mengingat mahalnya investasi masyarakat bagi pendidikan tinggi. Alih-alih menjadi pilar kemajuan, sarjana penganggur berpotensi menyulut disharmoni akibat pertimbangan praktis atas investasi. Tingginya jumlah penganggur sarjana mencerminkan kekeliruan orientasi pengelolaan universitas. Selama ini, para pengelola universitas mengarahkan program-program studi pada karakter vokasional dengan tujuan “memenuhi tuntutan pasar kerja”. Orientasi itu kurang tepat. Secara umum gejala lemahnya dasar-dasar intelektualitas mudah dijumpai di kalangan mahasiswa, meliputi ketidakmampuan menalar kritis, mengungkap gagasan, kurang mandiri, dan sebagainya. Kiranya karakter vokasional program studi perlu dikurangi. Tekanan diberikan pada pengolahan dasar-dasar intelektualitas, yang memungkinkan lulusan mempelajari keterampilan terapan manakala dibutuhkan di dunia kerja.
Elwin Tobing berpendapat (http://www.theindonesianinstitute.org/daily041502. htm) meningkatnya pengangguran tenaga terdidik merupakan gabungan beberapa penyebab. Pertama, ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dengan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status atau masalah keahlian khusus.
12
Kedua, semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan yang stabil daripada pekerjaan yang berisiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan besar daripada membuka usaha sendiri. Hal ini diperkuat hasil studi Clignet (1980) yang menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia antara lain disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman dari risiko. Dengan demikian angkatan kerja terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketiga, terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal sementara angkatan kerja terdidik cenderung memasuki sektor formal yang kurang berisiko. Hal ini menimbulkan tekanan penawaran di mana tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil, sehingga terjadi pendayagunaan tenaga kerja terdidik yang tidak optimal. Keempat, belum efisiennya fungsi pasar tenaga kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Hal ini tentu saja berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Tingginya tingkat pengangguran di kalangan angkatan kerja terdidik ini dapat berdampak serius pada berbagai dimensi kehidupan. Dari dimensi politik, Huntington (1991) mengatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan para pengangggur, semakin gawat kadar tindakan destabilitas yang tercipta. Lulusan perguruan tinggi yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi dapat mendorong pada perubahan sosial yang cepat. Sementara itu tamatan pendidikan menengah yang tidak bekerja dapat semakin mempergawat kadar ketidak-damaian politik. Di Afrika Barat misalnya, banyak kerusuhan dan aksi-aksi politik yang eksplosif didukung oleh para lulusan dunia pendidikan menengah yang tidak bekerja. Salah satu yang mendesak adalah pengenalan dan pengimplementasian kewiraswastaan dalam kurikulum pendidikan nasional mulai dari menengah pertama sampai pendidikan tinggi. Ini dengan sendirinya akan mendorong para lulusan sekolah menengah atas untuk tidak bersikap pasif dan putus asa apabila hanya mampu sekolah di tingkat lanjutan atas. Tetapi mereka akan menjadi terangsang dengan berbagai alternatif yang mungkin seperti berusaha dengan pemahaman tentang dunia usaha yang sudah terbentuk sejak di bangku sekolah. Implementasi kewiraswastaan ini tidak hanya proses belajar di kelas, tetapi lebih pada perangsangan dan penggalian ide, pengenalan dunia usaha dan pengetahuan tentang berusaha. Ini kemudian melibatkan dunia usaha dimana baik secara fungsional dan institusi, dunia usaha dapat membantu pengimplementasian program tersebut.
Dalam kewiraswastaan ter-internalize semangat kerjasama, kerja keras dan penghargaan akan waktu. Dengan demikian pengimplementasiaan kewiraswastaan terhadap pendidikan nasional baik menengah dan tinggi dengan secara serius dan melibatkan dunia usaha secara sungguh-sungguh akan mendorong lahirnya generasi penerus yang berwatak kerja keras, memiliki toleransi dan mandiri. Selama Orde Baru, para pelaku dunia usaha muda umumnya karena memiliki kedekatan dengan birokrat, aparat dan karena dari keluarga bisnis. Memang ada satu dua yang berhasil dengan kerja keras dan keuletan tetapi dari segi persentase, jumlahnya relatif kecil. Jadi pengembangan kewiraswastaan ini dengan sungguh-sungguh akan berdampak ganda, yakni dapat menjadi salah satu solusi dalam masalah mismatch dan juga mempersiapkan
13
dan membangun mentalitas dan watak generasi penerus sehingga mampu menjawab tantangan masanya. Banyak kebijakan dan program strategis yang dapat dikembangkan oleh kementerian pendidikan untuk mampu menjawab tantangan yang berkembang sekarang. Sayangnya semua seolah terlena dengan persoalan politik. Ketika individu-individu yang terlibat dalam politik tidak memiliki idealisme, akhirnya memang kreativitas mereka akan menjadi subordinat dari situasi yang berkembang. Mereka menjadi cenderung pasif dan tidak kreatif. Daftar Pustaka Adiwikarta, S. 1988. Sosiologi Pendidikan : Isyu dan Hipotesis Tentang Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta : Ditjen Dikti. Becker, H.S. 1969. ”Schools and Systems of Stratification” dalam A.H. Halsey, J. Floud, and C.A. Anderson (eds), Education, Economy and Society. New York: Free Press. Bowles, S and Gintis, H. 1976. Schooling in Capitalist America: Education Reform and the Contradictions of Economic Life. New Yor: Basic. Brembeck, C.S. & Timothy J.T. 1973. New Strategiesfor Educational Development: The Cross Cultural Search for Non Formal Alternatives. Masschusetts: D.C. Heath and Company. Collins, R. 1971. “Functional and Conflict Theories of Education” American Sociological Review, 36 pg. 1002-1019. Collins, R. 1974. “Where are Educational Requirements for Employment Highest?” Sociology of Education, 47, pg. 419-442. Collins, R. 1979. The Credential Society: A Historical Sociology of Education and Stratification. New York: Academic Press. Cook,L.A. & E.F. Cook. 1950. A Sociologycal Approach to Education. New York: Mc.Graw-Hill. Hicks, J.R. 1969. Preface and Manifesto dalam K.J. Arrow dan T. Scitovsky. Reading in Welfare Economic. London. Huntington, S.P. 1991. The Third Wafe: Democratization in the Late Twentieth Century. London: Hutchinson & Co, Ltd. Huntington, S.P. 1998. The Class of Civilization an the Remaking of World Order. New York: Touchstone Books. Knowles, M. S. 1974. The Modern Practice of Adult Education: From Paedagogy to Andaragogy. New York: Cambridge. Kompas, 4 April 1997 Kompas, 13 Oktober 2003. Kompas, 8 September 2006. Leichter, H.J. 1979. Families and Communities as Educators. New York: Teachers College Press. Meyer, J.W dan W.R. Scott. 1992. Organizational Environment: Ritual and Rationality. Beverly Hills: Sage.
14
Mifflen, Frank J dan Sydney C. M. 1986. Sosiologi Pendidikan. Bandung : Tarsito Parelius, Ann P. and Robert J. P. 1978. The Sociology of Education. New Jersey: Prentice Hall. Parker, S.R. 1992. Struktur dan Perubahan Ekonomi, dalam G. Kartasapoetra, S.H. Sosiologi Industri, Jakarta: Rineka Cipta. Rafky, David M. 1972. Blue Collar Power: The Social Impact of Urban School Custodians, Urban Education, 6, Januari 1972. Saripudin, D. 2005. Mobilitas dan Perubahan Sosial. Bandung : Masagi Foundation. Schultz, T. 1974. The Economic of the Family. Chicago: Chicago of University Press. Thurow, L.C. 1972. The Child in America. New York: A.A. Knopf. Veblen, T. 1953. The Theory of The Leisure Class: An Economy Study of Institution. New York: Mentor.

GETARAN DAN GELOMBANG

A. Getaran

Untuk memahami lebih lanjut mengenai getaran, mari kita perhatikan uraian berikut! Jika kamu pernah berada di stasiun kereta api, ketika kereta api datang atau lewat, kamu akan merasakan tanah yang kamu injak terasa bergetar. Getaran juga terjadi pada kaca-kaca jendela rumah ketika terjadi guntur yang kuat. Bunyi yang disebabkan guntur tersebut mampu menggetarkan benda-benda seperti kaca jendela. Bahkan getaran sangat kuat yang terjadi dari ledakan sebuah bom mampu merobohkan gedung-gedung. Contoh lain peristiwa getaran yang sering kita lihat adalah getaran pada bandul jam dinding. Batu akan berayun melewati lintasan A – B – C – B – A. Dalam hal ini, batu dikatakan bergetar. Batu akan terus berayun melewati lintasan yang sama. Jika batu berada di posisi A, batu akan bergerak ke menuju B, dilanjutkan ke titik C. Ketika di titik B dan dilanjutkan ke titik A, begitu seterusnya. Semakin lama, simpangan AB atau BC akan semakin kecil sehingga akhirnya berhenti. Dari kegiatan tersebut, getaran dapat didefinisikan sebagai gerak bolak-balik di sekitar titik kesetimbangan. Dalam hal ini, titik kesetimbangannya adalah B. Titik kesetimbangan pada
iMAGE:GETARAN AYUNNA.JPG
kegiatan tersebut adalah titik di mana pada titik tersebut benda tidak mengalami gaya luar atau dalam keadaan diam. Lintasan A – B – C – B – A adalah lintasan yang ditempuh oleh satu getaran. Jika kamu menetapkan titik B sebagai titik awal lintasan, maka B – C – B – A – B disebut satu getaran. Pada kegiatan di atas, terlihat sebuah getaran terjadi pada batu yang diikat dengan tali dan diayunkan. Batu tersebut sering dikatakan sebagai ayunan sederhana. Getaran juga dapat kamu lihat pada pegas yang diberi beban, kemudian diberi simpangan dan dibiarkan bergerak bolak-balik di sekitar titik kesetimbangannya. Mistar plastik yang salah satu ujungnya ditahan tetap dan ujung yang lain diberi simpangan akan bergetar pula. Setiap benda yang melakukan gerak bolakbalik di sekitar titik kesetimbangannya dikatakan bergetar.

1. Amplitudo

Pada Kegiatan 9.1, ketika kamu memberi simpangan pada bandul di titik A, kemudian melepaskan batu, batu akan bergerak menuju titik B, C, B, kemudian kembali ke titik A di sebut satu getaran. Kamu dapat melihat bahwa simpangan tidak pernah melebihi titik A dan titik C. Kedudukan batu setiap saat berubah-ubah. Dengan demikian simpangannya pun berubah pula. Pada saat batu berada di titik A atau C, simpangannya merupakan simpangan maksimum, sedangkan pada saat batu berada di titik kesetimbangan yaitu titik B, simpangannya minimum yaitu sama dengan nol. Amplitudo didefinisikan sebagai simpangan getaran paling besar. Pada kegiatan ini amplitudo getaran yaitu BA atau BC. Dari Kegiatan 9.1, ukurlah besar amplitudonya! Mengapa amplitudo getaran bandul pada Kegiatan 9.1 semakin lama semakin mengecil? Benda dapat bergerak dari titik A ke titik C melewati titik B disebabkan batu mempunyai berat dan ditarik oleh gaya gravitasi Bumi. Gaya gravitasi Bumi ini bekerja pada batu di setiap posisi berarah ke bawah. Dengan demikian, dalam pergerakannya benda akan mengalami hambatan dari gaya gravitasi ini. Hambatan ini akhirnya akan mampu menghentikan getaran bandul sehingga bandul berada dalam titik kesetimbangan di titik B.

2. Periode dan Frekuensi

Kamu mendengarkan radio pada frekuensi 100 MHz. Apa yang dimaksud 100 MHz? MHz adalah kependekan dari mega Hertz. Hertz diambil dari nama seorang ilmuwan Fisika Heinrich Hertz (1857–1894). Karena jasa-jasanya, namanya diabadikan dalam satuan frekuensi yaitu Hertz. Perhatikan kembali peristiwa bandul bergerak bolak balik pada Kegiatan 9.1. Satu getaran adalah gerak batu dari titik A, ke titik B, ke titik C, ke titik B, dan kembali ke titik A. Misalkan, ketika kamu melepaskan batu di titik A, kamu mengukur waktu
Image:HErtz.jpg
membuat satu getaran yaitu dari A – B – C – B – A adalah 2 detik. Waktu ini dapat dikatakan waktu yang dibutuhkan oleh bandul untuk membuat satu getaran atau disebut periode. Periode getaran dilambangkan dengan T. Untuk mengukur periode getaran digunakan persamaan sebagai berikut.
Image:priode getaran secon.jpg

B. Gelombang

Jika kamu melemparkan batu ke dalam kolam, dari titik tempat jatuhnya batu tersebut timbul gelombang kecil yang bergerak menjauhi titik tempat jatuh batu membentuk sebuah lingkaran. Perhatikan juga senar gitar yang dipetik. Getar sinar tersebut dapat mengeluarkan bunyi sehingga kamu dapat mendengarnya dan jika dipadukan bunyi senar ini akan menimbulkan suara yang harmonis. Kedua contoh tersebut merupakan contoh-contoh gelombang dalam keseharian.

1. Pengertian Gelombang

Batu yang dijatuhkan ke dalam kolam dan senar gitar yang dapat mengeluarkan bunyi merupakan contoh-contoh bunyi. Jika kamu melihat dengan teliti senar yang dipetik, kamu akan mendapatkan bahwa sebenarnya senar tersebut bergetar. Karena getaran inilah timbul gelombang bunyi. Ketika air dalam baskom diganggu dengan tanganmu, timbul gelombang kecil yang bergerak menjauh dari titik sumber gangguan menuju ke tepi baskom. Akan tetapi, sobekan kertas yang kamu tempatkan tidak turut bergerak menjauh, melainkan bergerak turun naik. Dari Kegiatan 9.3 terlihat bahwa gelombang ditimbulkan oleh getaran yang dilakukan oleh tanganmu. Dapat dikatakan bahwa gelombang adalah getaran yang merambat melalui suatu medium. Dalam hal ini mediumnya adalah air.

2. Gelombang Mekanik dan Gelombang Elektromagnetik

Berdasarkan medium perambatannya, gelombang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik.

a. Gelombang Mekanik

Gelombang air, gelombang bunyi, gelombang tali, dan gelombang pada slinki merupakan contoh-contoh gelombang mekanik. Gelombang-gelombang ini memerlukan medium untuk dapat merambatkan gelombang. Air, udara, tali, slinki adalah medium yang digunakan untuk merambatkan gelombang air, gelombang bunyi, gelombang tali, dan gelombang pada slinki. Gelombang-gelombang ini ditimbulkan oleh adanya getaran mekanik. Oleh karena itu, gelombang-gelombang tersebut dikelompokkan ke dalam
Image:riak air.jpg
gelombang mekanik. Umumnya, gelombang mekanik seperti contoh tersebut dapat diamati dengan mata telanjang. b. Gelombang Elektromagnetik Tahukah kamu gelombang TV dan gelombang radio dapat merambat? Sebagai contoh, kamu dapat melihat pertandingan bola di Italia secara langsung padahal jarak rumahmu ke negara tersebut sangat jauh. Kamu dapat melihat acara TV karena adanya gelombang elektromagnetik. Siaran pertandingan bola di Italia dipancarkan ke satelit bumi dan oleh satelit bumi ini dipancarkan kembali ke bumi. Televisimu dapat menangkap gelombang ini dan mengubahnya menjadi gambar dan suara. Bagaimana gelombang elektromagnetik dapat merambat di luar angkasa ketika menuju satelit bumi padahal di luar angkasa merupakan ruangan hampa. Gelombang elektromagnetik dapat merambat meskipun tidak terdapat medium untuk menjalarkan gelombangnya. Contoh lain, gelombang sinar Matahari dapat sampai ke bumi meskipun antara Matahari dan bumi tidak terdapat medium untuk menjalarkan gelombang. Gelombang yang dapat merambat tanpa membutuhkan medium disebut gelombang elektromagnetik.

3. Gelombang Transversal dan Gelombang Longitudinal

Selain membutuhkan medium untuk merambat, gelombang juga mempunyai arah merambat dan arah getaran (ingat, gelombang adalah getaran yang merambat). Berdasarkan arah rambatan dan arah getarannya, gelombang dibedakan menjadi dua, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal.

a. Gelombang Transversal

Ketika kamu menghentakkan ujung tali sementara ujung yang lainnya dipegang temanmu, akan terbentuk gelombang yang menjalar dari ujung yang kamu pegang ke ujung yang dipegang temanmu. Arah gelombang tersebut adalah mendatar atau horizontal. Pita yang diikatkan pada tali akan mengalami gerakan naik dan turun setiap kali gelombang melewatinya. Pita tidak ikut merambat, tetapi hanya bergerak ke atas kemudian ke bawah jika gelombang telah melewatinya. Gerakan pita adalah vertikal. Ternyata, gelombang pada tali merambat secara horizontal dan arah getarannya vertikal. Dengan demikian arah perambatan gelombang dan arah getarannya saling tegak lurus. Gelombang seperti ini disebut dengan gelombang transversal. Jadi, gelombang transversal adalah gelombang yang arah perambatannya tegak lurus terhadap arah getarannya.
Image:gelombang arahgetaran.jpg

b. Gelombang Longitudinal

Bagaimana arah perambatan gelombang dan arah getaran pada gelombang longitudinal? Gelombang longitudinal dapat kamu amati pada slinki. Ketika slinki kamu gerakkan, pada slinki akan merambat gelombang yang arahnya searah dengan arah getaran dari tanganmu yang diberikan pada slinki. Gelombang yang arah rambatannya searah dengan arah getarannya seperti pada gelombang slinki dinamakan gelombang longitudinal.

c. Bentuk Gelombang Transversal dan Gelombang Longitudinal

Gelombang tali dan gelombang air merupakan contoh gelombang transversal karena arah getaran dan arah perambatan gelombangnya saling tegak lurus. Jika digambarkan, bentuk gelombang transversal akan tampak seperti Gambar 9.6.
Pada gelombang transversal ada beberapa istilah yang perlu kamu ketahui, yaitu sebagai berikut. • ABC, EFG, dan IJK = bukit gelombang • CDE dan GHI = lembah gelombang • B, F, dan J = titik puncak gelombang • D dan H = titik dasar gelombang • ABCDE, EFGHI = satu gelombang • Satu gelombang terdiri atas satu puncak gelombang dan satu lembah gelombang. Jadi, gelombang transversal pada Gambar 9.6 terdiri atas 3 puncak gelombang dan 2 lembah gelombang. Dengan kata lain terdiri atas 2,5 gelombang. Sedangkan gelombang longitudinal terbentuk atas rapatan dan renggangan. Perhatikan bentuk gelombang longitudinal pada Gambar 9.7!
Image:bentuk glombang tranfersal.jpg

4. Cepat Rambat, Frekuensi, dan Panjang Gelombang

Kamu telah mengetahui bahwa gelombang merupakan getaran yang merambat. Merambat berarti bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam selang waktu tertentu. Jika diketahui panjang gelombang dan periodenya, dapat ditentukan kecepatan gelombang tersebut. Panjang gelombang dilambangkan λ, dengan satuan meter, sedangkan kecepatan dilambangkan v satuannya m/s. Telah diketahui bahwa periode gelombang T adalah:
Image:dengan demikian.jpg

5. Pemantulan Gelombang

Ketika kamu memberi gangguan pada air di dalam baskom, timbul gelombang yang bergerak menjauhi titik gangguan yang kamu berikan. Gelombang air ini akan bergerak membentuk bola dengan titik pusatnya titik di mana gangguan diberikan. Ketika gelombang tersebut tiba di tepi baskom, gelombang tersebut dipantulkan oleh dinding baskom. Sebagian energi yang dibawa gelombang tersebut dipantulkan oleh dinding baskom sehingga kamu dapat melihat gelombang kecil bergerak menjauhi dinding baskom. Pada gelombang bunyi pun terjadi pemantulan. Jika kamu bicara atau berteriak atau bicara di dalam ruangan besar, kosong dan tertutup, kamu dapat mendengar suaramu akan dipantulkan. Jika kamu mengucapkan “halo”, sesaat kemudian akan terdengar suara “halo” dari pantulan oleh dinding, langit-langit, dan alas ruangan tersebut. Gelombang tali pun dapat mengalami pemantulan. Perhatikan Gambar 9.8! Gambar tersebut memperlihatkan gelombang pada tali yang dipantulkan oleh tiang tempat salah satu ujung tali diikatkan. Gelombang laut merupakan gelombang air. Gelombang laut dapat berukuran sangat besar dan kecepatannya pun bisa sangat besar pula. Gelombang laut membawa energi yang besar yang dapat dihasilkan oleh angin atau gempa di dasar samudra. Ketika gelombang laut tersebut sampai di pantai, gelombang laut ini akan menghantam pantai dan sebagian gelombangnya akan dipantulkan dalam bentuk arus balik. Arus balik ini bergerak di bawah permukaan air laut. Arus balik ini sangat berbahaya bagi orang-orang yang sedang berenang di pantai karena arus ini dapat membawa orang yang sedang berenang ke laut yang lebih dalam. Oleh karena itu kamu harus hati-hati jika berenang di laut. Patuhi semua peraturan dan larangan yang diberlakukan di pantai tempat kamu berenang.
Image:pemantulan gelombang.jpg

6. Pemanfaatan Gelombang dalam Kehidupan Seharihari

Banyak sekali pemanfaatan gelombang dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kamu dapat menonton berbagai acara televisi yang ditransmisikan dengan gelombang elektromagnetik. Tanpa pengetahuan tentang gelombang, manusia tidak mungkin mampu membuat alat yang dapat memancarkan dan menerima siaran televisi. Manusia juga dapat meramalkan cuaca dengan menggunakan satelit untuk mengumpulkan informasi dari atmosfer Bumi juga menggunakan teknologi gelombang. Berikut adalah aplikasi gelombang dalam kehidupan sehari-hari.

a. Satelit Buatan

Satelit buatan adalah seperangkat alat elektronik yang diorbitkan pada orbit tertentu di luar angkasa. Satelit buatan ini mengorbit mengelilingi bumi seperti halnya bulan. Satelit digunakan manusia khususnya dalam bidang telekomunikasi dan meteorologi. Dalam bidang telekomunikasi yaitu digunakan untuk menerima dan menyebarkan gelombang televisi dari suatu tempat di bumi kemudian menyebarkannya ke bagian bumi lain sehingga informasi dapat disampaikan saat itu juga. Misalkan, kamu melihat tayangan sepak bola liga Italia secara langsung. Rekaman pertandingan tersebut diubah menjadi gelombang elektromagnetik dan dipancarkan. Gelombang ini diterima oleh satelit dan disebarkan kembali ke bumi sehingga belahan bumi lain dapat menerima gelombang ini. Di belahan bumi tersebut gelombang elektromagnetik ini diubah kembali menjadi bentuk gambar dan suara. Penjalaran gelombang dari bumi ke satelit terlihat seperti Gambar 9.9. Dari Gambar 9.9 terlihat sebuah pemancar radio memancarkan gelombang dalam segala arah. Gelombang langit menjalar ke atas dan dipantulkan oleh ionosfer kembali ke bumi karena gelombang-gelombang ini dapat diterima dari seluruh horizon. Beberapa gelombang dapat mengenai tanah dan dipantulkan kembali. Gelombang mikro tidak dipantulkan oleh ionosfer melainkan diteruskan ke satelit. Gelombang yang diterima oleh satelit ini digunakan untuk mentransmisikan informasi ke stasiun-stasiun penerima di bumi.

b. Sel Surya

Sel surya digunakan manusia untuk menampung gelombang sinar Matahari sehingga manusia memperoleh bentuk energi baru. Kamu pasti telah mengetahui bahwa sinar Matahari juga merupakan gelombang. Sinar Matahari ini dapat digunakan sebagai sumber energi baru, misalnya pembangkit listrik, digunakan untuk mobil bertenaga surya, bahkan digunakan sebagai sumber energi pesawat bertenaga surya. Para ahli telah banyak yang meneliti pemanfaatan energi Matahari ini. Bahkan telah dibuat mobil-mobil tenaga surya yang menggunakan energi Matahari untuk menggerakkannya
Image:sel seurya.jpg

c. Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi

Mungkin kamu bertanya-tanya bagaimana orang dapat menemukan sumber minyak bumi di dalam perut bumi, padahal kulit bumi (mantel) sangat tebal dan terdiri atas batuan yang sangat padat. Satu lagi konsep gelombang dimanfaatkan manusia. Pada pembahasan sebelumnya kamu telah mengetahui bahwa gelombang mekanik menjalar membutuhkan medium dan gelombang dapat dipantulkan. Para ahli geofisika melakukan penelitian terhadap perut bumi dengan memberikan gelombang mekanik pada bumi. Gelombang tersebut akan dijalarkan oleh bumi ke segala arah. Jika gelombang tersebut mengenai batuan yang mempunyai sifat elastisitas berbeda, gelombang tersebut sebagian akan dipantulkan dan sebagian akan diteruskan. Gelombang yang dipantulkan ke permukaan bumi ini diterima oleh receiver dan waktu penjalaran gelombang ini dicatat. Dari serangkaian data waktu pemantulan, para ahli geofisika dapat memperkirakan jenis batuan yang dilalui gelombang dan memperkirakan adanya sumber minyak bumi, gas, atau mineral. Jika kamu melanjutkan studi di perguruan tinggi jurusan Geofisika, kamu akan mempelajari teknik ini secara lebih mendalam dan kamu akan merasa kagum bagaimana Sains menjadi ujung tombak dalam sebuah eksplorasi minyak bumi, mineral, atau gas.

d. Sonar

Sebagian wilayah negara Indonesia adalah laut. Tidak heran jika Indonesia kaya akan ikan. Selain di pantai, ikan ditangkap para nelayan di perairan yang jauh dari pantai menggunakan kapal. Tidak setiap daerah di laut dihuni oleh ikan. Ada beberapa bagian laut yang banyak ikannya dan ada bagian laut yang sedikit ikannya. Bagaimana caranya supaya penangkapan ikan di laut menjadi efektif? Kapal-kapal laut biasanya menggunakan sonar untuk menemukan daerah di laut yang banyak ikannya. Prinsip kerja sonar ini berdasarkan pada konsep pemantulan gelombang. Dari permukaan, gelombang bunyi dijalarkan ke dalam laut. Gelombang suara ini menyebar ke kedalaman laut. Jika sebelum tiba di dasar laut, gelombang suara ini mengenai gerombolan ikan, gelombang suara ini sebagian akan dipantulkan kembali ke permukaan. Gelombang pantul ini akan diterima oleh alat dan langsung digambarkan dalam monitor. Nelayan dapat melihat gerombolan ikan di bawah kapal mereka. Dengan demikian, nelayan dapat menurunkan jaringnya untuk menangkap ikan-ikan tersebut. Penggunaan sonar ini akan lebih menguntungkan dan membuat suatu pelayaran akan lebih efektif.

C Gelombang Bunyi

Bunyi merupakan salah satu bentuk gelombang. Tidak seperti gelombang pada tali atau gelombang pada air, gelombang bunyi tidak dapat dilihat mata, melainkan dapat didengar telinga. Banyak sekali sumber-sumber bunyi dalam keseharian kita. Setiap benda yang dapat mengeluarkan bunyi dikatakan sebagai sumber bunyi. Perhatikanlah sebuah gitar yang merupakan salah satu sumber bunyi! Bunyi gitar dihasilkan oleh senar-senar gitar yang bergetar karena petikan jari-jari tangan. Ketika senar gitar tersebut dipetik, senar akan bergetar. Getaran senar ini mengusik partikel-partikel udara di sekelilingnya. Gitar mempunyai ruangan kosong berisi udara. Ruangan ini berfungsi untuk menampung gelombang yang dihasilkan oleh senar. Di dalam tabung ini, gelombang-gelombang bunyi mengalami penguatan karena pemantulan oleh dindingdindingnya. Oleh karena itu, kamu dapat mendengarkan suara petikan gitar yang nyaring. Jika kamu menggetarkan garputala dengan cara memukulnya, garputala tersebut akan bergetar dan mengeluarkan bunyi. Getaran garputala tersebut mengusik partikel-partikel udara di sekelilingnya, kemudian partikel-partikel udara tersebut akan meneruskannya. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal. Partikel udara yang termampatkan akan mem bentuk rapatan dan renggangan. Rapatan dan renggangan ini akan dirambatkan oleh partikel-partikel udara. Dengan demikian bunyi akan terdengar di tempat yang mempunyai jarak tertentu dari sumber bunyi tersebut. Bentuk penyebaran gelombang bunyi di udara dapat dilihat seperti Gambar 9.11. Getaran yang merambat di udara ini mirip dengan merambatnya gelombang air karena dijatuhkannya sebuah batu ke dalamnya. Ketika batu mengenai air, batu tersebut memberikan gangguan pada air. Air akan membentuk gelombang yang diteruskan ke segala arah membentuk pola lingkaran. Kamu dapat melihat gelombang air yang membentuk lingkaran bergerak menjauhi titik di mana batu dijatuhkan. Ada sedikit perbedaan antara gelombang bunyi dan gelombang air. Jika gelombang air bergerak hanya satu dimensi yaitu ke arah mendatar saja, gelombang bunyi bergerak ke segala arah dalam ruang tiga dimensi.

1. Perambatan Bunyi

Telah disebutkan bahwa gelombang bunyi merambat di dalam suatu medium. Seorang ahli Fisika berkebangsaan Jerman Otto von Guericke (1602–1806) telah membuktikan bahwa gelombang bunyi merambat memerlukan medium. Dalam percobaannya, Guericke memasukkan bel ke dalam tabung yang telah divakumkan dengan cara memompa udaranya keluar tabung. Dia mendapatkan bahwa ketika bel dimasukkan ke dalam tabung hampa, bunyi bel tidak dapat terdengar. Hal ini membuktikan bahwa bel dapat terdengar jika ada udara sebagai medium penghantar gelombang bunyi. Dapatkah bunyi merambat pada zat cair? Selain udara sebagai penghantar bunyi, zat cair (contohnya air) pun dapat dijadikan medium untuk menghantarkan bunyi. Ikan lumba-lumba dapat berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan gelombang bunyi yang dapat diterima sesamanya karena gelombang bunyi tersebut merambat di dalam air. Perambatan bunyi di dalam air dapat kamu amati langsung ketika kamu sedang menyelam di dalam air. Misalkan kamu dan temanmu secara bersama-sama menyelam di dalam air. Kemudian, temanmu berteriak di dalam air, kamu dapat mendengar teriakan temanmu tersebut. Selain pada udara dan zat cair, bunyi pun dapat merambat di dalam zat padat. Jadi, bunyi tidak dapat merambat melalui hampa udara (vakum). Syarat terjadi dan terdengarnya bunyi adalah sebagai berikut.
a. Ada sumber bunyi (benda yang bergetar).
b. Ada medium (zat antara untuk merambatnya bunyi).
c. Ada penerima bunyi yang berada di dekat atau dalam jangkauan sumber bunyi.
Untuk mengamati perambatan gelombang bunyi di dalam zat padat.
Image:renggangan.jpg

2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi

Pernahkah kamu melihat halilintar? Kilatan halilintar dan suaranya tampak tidak terjadi dalam satu waktu. Sebenarnya, kilatan halilintar dan suaranya terjadi bersamaan. Mengapa kita melihat kilatan halilintar lebih dahulu, kemudian disusul suaranya? Hal ini berkaitan dengan cepat rambat gelombang. Halilintar terdiri atas dua gelombang, yaitu gelombang cahaya yang berupa kilatannya dan gelombang bunyi yang berupa suaranya. Karena kedua gelombang ini mempunyai cepat rambat gelombang yang berbeda, dua gelombang ini tampak terjadi beriringan. Ternyata cepat rambat gelombang cahaya lebih besar dari cepat rambat gelombang bunyi. Oleh karena itu, kilatan cahaya akan lebih dahulu kita lihat, kemudian disusul suaranya. Hal serupa juga terjadi ketika kamu mendengar bunyi pesawat di atas kamu, ternyata pesawat terlihat sudah jauh berada di depan. Hal ini disebabkan cepat rambat cahaya lebih besar daripada cepat rambat bunyi. Kecepatan perambatan gelombang bunyi bergantung pada medium tempat gelombang bunyi tersebut dirambatkan. Selain itu, kecepatan rambat bunyi juga bergantung pada suhu me-
Image:kilat halilintar.jpg
dium tersebut. Kecepatan perambatan gelombang bunyi di udara bersuhu 0o C akan berbeda jika bunyi merambat di udara yang bersuhu 25o C.
Image:cepat arambat  bunyi.jpg
Perlu diingat bahwa kecepatan merambatnya bunyi dalam suatu medium tidak hanya bergantung pada jenis medium, tetapi bergantung juga pada suhu medium tersebut. Cepat rambat gelombang bunyi di udara pada suhu 20° C akan berbeda dengan cepat rambat gelombang bunyi di udara pada suhu 50° C. Kecepatan bunyi pada beberapa medium pada suhu yang sama ditunjukkan pada Tabel 9.1. Pada Tabel 9.1 terlihat bahwa untuk medium yang berbeda, kecepatan perambatan gelombang bunyinya berbeda pula. Jika dilihat dari kepadatan medium-medium pada Tabel 9.1 ternyata pada medium yang mempunyai kerapatan paling kecil yaitu udara, gelombang bunyi merambat paling lambat dan sebaliknya. Jadi bunyi merambat paling baik dalam medium zat padat dan paling buruk dalam medium udara (gas). Perbedaan cepat rambat bunyi dalam ketiga medium (padat, cair, dan gas) karena perbedaan jarak antarpartikel dalam ketiga wujud zat tersebut. Jarak antarpartikel pada zat padat sangat berdekatan sehingga energi yang dibawa oleh getaran mudah untuk dipindahkan dari partikel satu ke partikel lainnya tanpa partikel tersebut berpindah. Begitu sebaliknya pada zat gas yang memiliki jarak antarpartikel yang berjauhan. Selain bergantung pada medium perambatannya, cepat rambat gelombang bunyi juga bergantung pada suhu medium tempat gelombang bunyi tersebut merambat. Tabel 9.2 memperlihatkan kecepatan perambatan bunyi di udara pada suhu yang berbeda. Pada Tabel 9.2 terlihat bahwa pada medium yang sama yaitu udara, gelombang bunyi merambat dengan kecepatan berbedabeda. Jadi, semakin tinggi suhu udara, semakin besar cepat
Image:tababerl.jpg
rambat bunyinya atau semakin rendah suhu udara, semakin kecil cepat rambat bunyinya.

3. Infrasonik, Ultrasonik, dan Audiosonik

Image:kelelawar.jpg
Setiap makhluk hidup mempunyai ambang pendengaran yang berbeda-beda. Pendengaran manusia dan hewan tentu akan berbeda. Ada bunyi yang dapat didengar manusia, tetapi tidak oleh hewan dan sebaliknya. Berdasarkan frekuensinya, bunyi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu ultrasonik, audiosonik, dan infrasonik. Bunyi yang mempunyai frekuensi di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik. Bunyi ini hanya dapat didengar oleh lumbalumba dan kelelawar. Kelelawar menggunakan frekuensi ini sebagai navigasi ketika terbang di kegelapan. Kelelawar dapat menemukan jalan atau mangsanya dengan cara mengeluarkan bunyi ultrasonik. Bunyi ini akan dipantulkan oleh benda-benda di sekelilingnya, kemudian pantulan bunyi ini dapat ditangkap kembali sehingga kelelawar dapat mengetahui jarak dirinya dengan benda-benda di sekitarnya. Bunyi ultrasonik dapat dimanfaatkan manusia untuk mengukur kedalaman laut, pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Image:kapal bunyi ultrasonic.jpg
tua semakin menurun, sehingga pada usia lanjut tidak semua bunyi yang berada di rentang frekuensi ini dapat didengar. Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20 Hz disebut infrasonik. Bunyi ini dapat didengar oleh binatang-binatang tertentu, seperti anjing, laba-laba, dan jangkrik.

4. Karakteristik Gelombang Bunyi

Kita dapat mendengar bunyi karena bunyi merambat melalui medium. Setiap benda mempunyai ciri-ciri tersendiri. Tentunya, kamu dapat membedakan suara yang kamu dengar. Sebagai contoh, kamu dapat membedakan suara orang dewasa dan suara anak-anak. Ternyata, setiap bunyi yang kita dengar mempunyai frekuensi dan amplitudo yang berbeda, meskipun merambat pada medium yang sama.

a. Desah dan Nada

Jika kamu berada di pasar atau di tempat-tempat keramaian lainnya, kamu dapat mendengar suara-suara orang yang sedang berbicara. Tidak semua suara orang berbicara dapat kamu dengar, ada yang jelas dan ada yang tidak. Suara orang bicara yang dekat dengan kamu mungkin dapat kamu dengar dengan jelas tetapi tidak yang letaknya jauh darimu. Semua suara di keramaian bersatu menjadi suara gemuruh, meskipun kamu berkonsentrasi berusaha mendengar suarasuara itu, kamu tetap tidak dapat melakukannya. Cobalah lakukan kegiatan kecil berikut! Di salah satu tempat (pasar atau terminal), cobalah kamu memejamkan mata sekitar 30 detik, kemudian kamu dengarkan suara apa saja yang kamu dengar! Dapatkah kamu mengidentifikasi setiap suara yang kamu dengar? Di keramaian, setiap bunyi yang mempunyai frekuensi berbeda berkumpul sehingga menimbulkan bunyi yang tak teratur sehingga kamu akan sulit mengidentifikasi suara di keramaian tersebut. Bunyi yang berasal dari keramaian adalah bunyi yang mempunyai frekuensi tak beraturan. Bunyi yang mempunyai frekuensi tak teratur disebut sebagai desah. Pernahkah kamu memainkan gitar? Gitar merupakan salah satu sumber bunyi. Setiap senar pada gitar mempunyai ukuran yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah bunyi yang teratur. Bunyi yang mempunyai frekuensi tertentu disebut nada. Jika dua buah garputala yang berbeda frekuensinya digetarkan, ternyata garputala yang mempunyai frekuensi lebih besar akan menghasilkan nada yang lebih tinggi. Sebaliknya, garputala yang frekuensinya lebih rendah akan menghasilkan bunyi rendah. Frekuensi sebuah sumber bunyi berpengaruh terhadap tinggi rendahnya bunyi.

b. Kekuatan Bunyi

Apakah kekuatan bunyi itu? Bunyi ada yang kuat dan ada yang lemah. Jika bunyi yang kamu dengar sangat keras dan
Image:keramaian llullts.jpg
melebihi ambang bunyi yang dapat diterima manusia, bunyi ini dapat merusak telingamu. Untuk mengetahui kekuatan bunyi, lakukan kegiatan kecil berikut. Petiklah senar gitar sehingga keluar bunyi. Kemudian, pada senar yang sama, petik kembali senar tersebut dengan simpangan yang agak besar. Apa yang terjadi? Senar yang dipetik dengan simpangan besar akan berbunyi lebih kuat daripada dipetik dengan simpangan kecil. Dalam hal ini, simpangan yang kamu berikan pada senar merupakan amplitudo. Semakin besar amplitudo, semakin kuat bunyi dan sebaliknya. Jadi kekuatan bunyi ditentukan oleh besarnya amplitudo bunyi tersebut. Bila dua sumber bunyi yang kerasnya sama, tetapi jarak antara sumber bunyi dengan pendengar berbeda maka sumber bunyi yang lebih dekat dengan pendengar akan terdengar lebih kuat. Faktor-faktor yang memengaruhi kuat bunyi adalah:
1) amplitudo,
2) jarak sumber bunyi dari pendengar,
3) jenis medium.

c. Timbre (Warna Bunyi)

Di dalam suatu keramaian, kamu pasti mendengar berbagai macam bunyi. Ada suara laki-laki, perempuan, anak-anak, dan sebagainya. Telingamu mampu membedakan bunyibunyi tersebut. Ketika sebuah gitar dan organ memainkan lagu yang sama, kamu masih dapat membedakan suara kedua alat musik tersebut. Meskipun kedua alat musik tersebut mempunyai frekuensi yang sama, tetapi bunyi yang dihasilkan oleh kedua sumber bunyi tersebut bersifat unik. Keunikan setiap bunyi dengan bunyi lainnya meskipun mempunyai frekuensi yang sama disebut sebagai warna bunyi. Dapatkah kamu menyebutkan contoh lain yang menunjukkan bahwa bunyi memiliki warna yang berbeda meskipun frekuensinya sama.

d. Hukum Marsenne

Marsenne menyelidiki hubungan frekuensi yang dihasilkan oleh senar yang bergetar dengan panjang senar, penampang senar, tegangan, dan jenis senar. Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi nada alamiah sebuah senar atau dawai menurut Marsenne adalah sebagai berikut.
1) Panjang senar, semakin panjang senar semakin rendah frekuensi yang dihasilkan.
2) Luas penampang, semakin besar luas penampang senar, semakin rendah frekuensi yang dihasilkan.
3) Tegangan senar, semakin besar tegangan senar semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan.
4) Massa jenis senar, semakin kecil massa jenis senar semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan.
Image:frekuensi nada senar.jpg

5. Resonansi

Jika sebuah kendaraan berat (misalnya truk) melintas cukup dekat dengan rumahmu, kamu dapat merasakan lantai dan kaca rumahmu terasa bergetar. Atau, ketika ada halilintar, kaca rumahmu terasa bergetar. Mengapa ini terjadi? Contoh-contoh kejadian sehari-hari di atas merupakan peristiwa resonansi bunyi. Ketika garputala bergetar, getaran tersebut mampu mengusik udara di sekelilingnya sehingga menimbulkan bunyi. Getaran ini diteruskan oleh partikel-partikel udara sehingga garputala lain yang mempunyai frekuensi sama dan jaraknya berdekatan akan bergetar dan menimbulkan gelombang bunyi pula. Garputala yang mempunyai frekuensi berbeda tidak akan
terpengaruh oleh getaran gelombang bunyi ini. Oleh karena itu garputala yang mempunyai frekuensi berbeda tidak akan bergetar. Dari Kegiatan 9.7 tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa jika sebuah benda bergetar, benda lain yang mempunyai frekuensi sama dan berada dalam daerah rambatan getaran benda tersebut akan bergetar. Peristiwa ini disebut sebagai resonansi. Sebagian alat musik seperti gitar memanfaatkan peristiwa resonansi ini untuk menghasilkan suara yang lebih nyaring. Gitar biasanya mempunyai sebuah kotak udara. Partikel-partikel udara di dalam kotak udara ini akan ikut bergetar ketika senar gitar dipetik. Udara di dalam kotak gitar beresonansi dengan kawat yang bergetar. Hal ini dapat diamati jika senar gitar dibentangkan dan dipetik jauh dari lubang gitar, suara senar ini tidak akan nyaring seperti ketika dipetik di dekat kotak udara. Coba kamu sebutkan contoh peristiwa resonansi lain yang dapat kamu temui dalam kehidupan sehari-hari. Resonansi, selain membawa manfaat juga menimbulkan kerugian. Kerugian akibat resonansi antara lain adalah ketika terjadi gempa, bumi bergetar dan getaran ini diteruskan ke segala arah. Getaran bumi dapat diakibatkan oleh peristiwaperistiwa yang terjadi di perut bumi, misalnya terjadinya dislokasi di dalam perut bumi sehingga bumi bergetar yang dapat kita rasakan sebagai gempa. Jika getaran gempa ini sampai ke permukaan dan sampai di pemukiman, gedung-gedung yang ada di permukaan bumi akan bergetar. Jika frekuensi getaran gempa sangat besar dan getaran gedung-gedung ini melebihi frekuensi alamiahnya, gedung-gedung ini akan roboh. Selain gempa bumi, angin juga dapat membuat sebuah jembatan bergetar dan jika getarannya melebihi frekuensi alamiahnya, jembatan tersebut akan roboh.

6. Pemantulan Bunyi

Ketika kamu berdiri di depan cermin, kamu dapat melihat bayanganmu. Hal ini terjadi karena gelombang cahaya yang mengenaimu dipantulkan sehingga sampai di mata. Hal yang lebih jelas kelihatan ketika kamu menyorotkan lampu senter pada cermin tersebut. Cermin akan memantulkan sinar senter tersebut sehingga seolah-olah sinar keluar dari cermin. Peristiwa ini disebut pemantulan gelombang cahaya. Bagaimana dengan gelombang bunyi? Dapatkah gelombang bunyi dipantulkan? Seperti gelombang lainnya gelombang bunyi pun dapat dipantulkan ketika mengenai penghalang. Akan tetapi, pemantulan gelombang bunyi tentunya tidak dapat dilihat mata, melainkan dapat didengarkan. Untuk memahami pemantulan bunyi bayangkan kamu berada di sebuah gelanggang olahraga yang luas. Ketika kamu berteriak, akan terdengar teriakanmu seolah-olah ada yang mengikuti. Suara yang mengikuti sesaat setelah kamu mengeluarkan bunyi adalah suaramu sendiri yang dipantulkan oleh dinding-dinding gelanggang olahraga tersebut.
Image:kerusakan gempa.jpg

a. Hukum Pemantulan Bunyi

Untuk mempermudah menganalogikan pemantulan gelombang bunyi, kamu harus membayangkan gelombang bunyi sebagai sebuah sinar. Dengan cara ini kamu dapat menggambarkan proses pemantulan bunyi. Gambar 9.20 memperlihatkan sebuah sumber gelombang bunyi yang mengeluarkan gelombang bunyi menyebar ke segala arah dan sebuah dinding pemantul. Gambar anak panah mewakili gelombang bunyi. Untuk selanjutnya gelombang bunyi cukup digambarkan dengan anak panah. Jika diambil sebuah gelombang bunyi yang mewakili gelombang bunyi yang mengenai dinding, akan tampak seperti Gambar 9.21. Pada Gambar 9.21 terlihat bahwa ada sebuah garis yang dinamakan garis normal. Garis normal merupakan garis khayal yang tegak lurus bidang pantul. Gelombang bunyi datang membentuk sudut θi terhadap dinding pemantul. Sudut ini dinamakan sudut datang. Kemudian, gelombang datang ini dipantulkan oleh dinding pemantul membentuk sudut θr. Sudut datang akan sama dengan sudut pantul. Sudut datang, sudut pantul dan garis normal terletak pada satu bidang yang sama. Dengan demikian, diperoleh hukum pemantulan bunyi sebagai berikut.
a. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada bidang yang sama.
b. Sudut datang sama dengan sudut pantul.

b. Pemantulan Bunyi dalam Keseharian

Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa contoh peristiwa pemantulan bunyi yang terjadi. Peristiwa-peristiwa pemantulan bunyi ini ada yang bersifat menguntungkan dan ada juga yang bersifat merugikan. Contoh, ketika kamu berbicara dalam ruangan, maka sesaat kemudian terdengar suara dari pantulan bicara kamu. Waktu pantul berlangsung cukup singkat. Gejala ini disebut gaung. Suara pantulan ini akan mengganggu suara aslinya. Sehingga suara asli akan terdengar tidak jelas. Pemantulan gelombang bunyi pun ada yang bersifat menguntungkan, misalnya penggunaan sonar yang digunakan nelayan untuk mendeteksi keberadaan ikan di bawah kapal mereka. Sebuah sumber bunyi dirambatkan ke dalam air sehingga menjalar ke segala arah. Jika di bawah kapal ada segerombolan ikan, gelombang bunyi akan dipantulkan kembali ke atas dan diterima oleh alat yang dapat menangkap gelombang bunyi pantulan tersebut. Dengan demikian, pencarian ikan akan lebih efektif. Selain itu nelayan juga dapat memperkirakan kedalaman ikan-ikan tersebut. Pemantulan bunyi pun dapat digunakan untuk menentukan jarak sumber bunyi terhadap pemantul. Persamaan jarak sumber bunyi dan pemantul adalah sebagai berikut.
Image:skema pantulan bunyi.jpg

7. Jenis Pemantulan Bunyi

Telah dibahas sebelumnya bahwa bunyi dapat dipantulkan. Pemantulan bunyi ini membutuhkan waktu. Bunyi ada yang dipantulkan dengan selang waktu antara suara asli dan pantulan kecil sekali sehingga seolah-olah bunyi tersebut bersamaan dengan suara aslinya. Ada juga pemantulan bunyi yang selang waktu antara bunyi asli dan pantulannya cukup besar. Sehingga bunyi asli dan bunyi pantulan terdengar sangat jelas. Perbedaan selang waktu antara bunyi asli dan pantulannya dipengaruhi oleh jarak sumber bunyi dan pemantul. Bunyi pantul dapat dibedakan menjadi gaung dan gema.

a. Gaung

Ketika kamu berbicara di dalam sebuah gedung yang besar, dinding gedung ini akan memantulkan suaramu. Biasanya, selang waktu antara bunyi asli dan pantulannya di dalam gedung sangat kecil. Sehingga bunyi pantulan ini bersifat merugikan karena dapat menggangu kejelasan bunyi asli. Contoh Bunyi asli : mer - de - ka Bunyi pantul : mer - de - ka Pemantulan bunyi yang seperti ini dinamakan gaung. Untuk menghindari peristiwa ini, gedung-gedung yang mempunyai ruangan besar seperti aula telah dirancang supaya gaung tersebut tidak terjadi. Upaya ini dapat dilakukan dengan
Image:struktur bangunan.jpg
melapisi dinding dengan bahan yang bersifat tidak memantulkan bunyi atau dilapisi oleh zat kedap (peredam) suara. Contoh bahan peredam bunyi adalah gabus, kapas, dan wool. Ruangan yang tidak menghasilkan gaung sering disebut ruangan yang mempunyai akustik bagus. Selain melapisi dinding dengan zat kedap suara, struktur bangunannya pun dibuat khusus. Perhatikan langit-langit dan dinding auditorium, dinding dan langit-langit ini tidak dibuat rata, pasti ada bagian yang cembung. Hal ini dimaksudkan agar bunyi yang mengenai dinding tersebut dipantulkan tidak teratur sehingga pada akhirnya gelombang pantul ini tidak dapat terdengar.

b. Gema

Terjadinya gema hampir sama dengan gaung yaitu terjadi karena pantulan bunyi. Namun, gema hanya terjadi bila sumber bunyi dan dinding pemantul jaraknya jauh, lebih jauh daripada jarak sumber bunyi dan pemantul pada gaung. Gema dapat terjadi di alam terbuka seperti di lembah atau jurang. Tidak seperti pemantulan pada gaung, pemantulan pada gema terjadi setelah bunyi (misalnya teriakanmu) selesai diucapkan. Contoh Bunyi asli : mer - de - ka Bunyi pantul : mer - de - ka
Image:gema.jpg